Pilgub Bali: Kehadiran Prabowo–Kaesang dan 'retaknya' benteng banteng

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Bali, pulau yang disebut sebagai “Morning of The World” atau “Ufuk Pagi Dunia” oleh Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, adalah salah satu kandang banteng terkuat milik PDIP.

Namun, dominasi itu disebut sedang diruntuhkan dalam pertarungan Pilgub 2024. Megawati pernah mengungkapkan Bali menjadi salah satu daerah yang akan dihabisi oleh lawan politiknya.

"Saya senang deh kalau dengar 'nanti yang akan dihabisi', terus aku pikir 'loh kok kayaknya sopo yo'. Satu daerah Bali, dua Jawa Tengah, tiga Jawa Timur, empat, begitu kan," kata Megawati.

Peta dukungan KIM Plus di Pilgub Bali tidak sekokoh di Jateng dan Sumut. Kongsi KIM Plus berkurang satu kawan lantaran PKB berkoalisi dengan PDIP, bersama tujuh partai non-parlemen lainnya.

PDIP mengusung Wayan Koster dan I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri), sementara KIM Plus menyokong Made Muliawan Arya (De Gadjah) yang berduet dengan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS).

Upaya menggoyang dominasi PDIP di Bali terlihat dengan kehadiran Prabowo yang secara terbuka ikut berkampanye dan mendukung Mulia-PAS.

"Saya berharap, saya berdoa, saya menganjurkan agar saudara Made Muliawan Arya terpilih sebagai gubernur Bali mendatang, didampingi wakilnya, Bapak Putu Suradnyana," kata Prabowo di Denpasar, Minggu (03/11).

Selain Prabowo, Ketum PSI Kaesang Pangarep—yang juga putra bungsu Jokowi—blusukan mengampanyekan Mulia-PAS di Pasar Badung, Denpasar, pada hari yang sama.

"Saya cuma titip pesan di 27 November nanti ingat yang gundul dan yang gembul untuk Provinsi Bali," kata Kaesang di Pasar Badung, Minggu (03/11).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Kehadiran kedua sosok terkenal yang mengampanyekan Mulia-PAS telah mengusik status quo gubernur dari PDIP. Sejak reformasi, gubernur Bali selalu berikatan dengan PDIP.

Pada Pilgub Bali 2003, Dewa Made Beratha diusung oleh PDIP. Gubernur selanjutnya I Made Mangku Pastika juga dimajukan PDIP pada Pilgub 2008—namun menyeberang ke Demokrat di pemilu selanjutnya.

PDIP kembali memimpin kursi nomor satu Bali pada Pilgub 2018 melalui I Wayan Koster.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Sejumlah kalangan menilai kehadiran Prabowo dan Kaesang akan meningkatkan rasa percaya diri Mulia-PAS.

Namun, dari pandangan rival, kehadiran kedua tokoh politik ini tidak akan berpengaruh apa-apa.

Di Bali, sama halnya di Jateng dan Sumut, PDIP menjadi partai juara dalam urusan pileg.

Pada Pileg 2024 dan 2019 partai banteng memperoleh 1,2 juta suara, dan mendominasi kursi DPRD Bali.

Basis kekuatan PDIP berada di Kabupaten Tabanan dan Gianyar. Di sini, suara PDIP berada di atas 70% dalam dua pemilu terakhir.

Tapi dalam Pilpres 2024, Bali pun sama dengan Jateng dan Sumut: kalah besar.

Ganjar-Mahfud hanya memperoleh 1,12 juta suara (42,04%), kalah dari Prabowo-Gibran 1,45 juta suara (54,26%). Sementara Anies-Cak Imin memperoleh 99.233 suara (3,7%).

Bahkan, dari sembilan kabupaten dan kota di Bali, Ganjar hanya mampu unggul di Tabanan dengan perolehan 189.892 suara, dipepet Prabowo dengan 128.847 suara.

Hasil itu jauh berbeda dibandingkan Pilpres 2019 saat PDIP mengusung Jokowi-Ma’ruf. Paslon ini memperoleh 2.3 juta suara atau 91,7%.

Lawannya kala itu, Prabowo-Sandiaga, hanya mendapat 213.415 suara.

Oleh karena itu, sejumlah analis menyimpulkan faktor figur sangat menentukan kemenangan.

Kekalahan PDIP pada Pilpres 2024, menurut pengamat politik dari Universitas Udayana, Efatha Borromeu Duarte, menunjukkan bahwa pertahanan kandang banteng di Bali mulai retak.

“Pemilih Bali kini bergerak dari loyalitas buta terhadap partai menuju perilaku yang lebih rasional. Dulu, PDIP mungkin menjadi ’kandang banteng’ namun kini tampaknya gerbang tersebut mulai retak,” kata Efatha.

Dia pun melihat bahwa pemilih Bali mulai menilai calon berdasarkan kapasitas dan kredibilitasnya, bukan sekadar afiliasi politik.

“Perubahan perilaku pemilih di Bali ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya keterlibatan generasi muda dalam politik. Mereka cenderung lebih simpel, kritis dan rasional unik dalam memilih pemimpin, tidak hanya berdasarkan loyalitas partai,” katanya.

Jatuh cinta dengan figur lalu berlanjut ke partai politik, begitulah akar sejarah PDIP di Bali. Itu tak lepas dari peran Sukarno yang memiliki ibu berdarah Bali.

Pada awal 1950-an, saat muncul seruan negara Islam, masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu kepincut dengan pandangan nasionalisme sekuler dan pluralisme Sukarno.

Saat itu, Hindu di Bali belum mendapat pengakuan resmi dari pemerintah pusat sebagai agama. Tujuan ini akhirnya tercapai pada 1958 dengan bantuan Sukarno.

Sumber gambar, Getty Images

Geoffrey Robinson dalam bukunya The Dark Side of Paradise: Political Violence in Bali menuliskan bahwa Sukarno muncul sebagai figur pelindung dan memenangkan hati penduduk Bali yang beragama Hindu.

”Dan konsepnya tentang Pancasila tampaknya memberikan jaminan politik atas komitmen negara terhadap pelestarian budaya dan agama Bali,” kata Robinson.

Robinson juga melihat gaya berpidato Sukarno yang membangkitkan simbol-simbol budaya menggema sangat dalam di masyarakat Bali.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

”Orang Bali didorong untuk melihat diri mereka sebagai bagian dari budaya dan tradisi Jawa kuno, pra-Islam; sebagai Wong Majapahit, keturunan dari kerajaan Hindu besar terakhir di Jawa,” tulis Robinson dalam bukunya.

“Rasa antipati yang mungkin dirasakan orang Bali terhadap Jawa telah sirna di bawah mantra Sukarno yang mengena tentang akar pra-Islam Indonesia.”

Hasilnya, dukungan masyarakat Bali sudah terlihat sejak Pemilu 1950. Partai bentukan Sukarno, PNI, mendapatkan sembilan kursi, di bawah Kesatuan Pemuda Republik Indonesia (11 kursi), dan di atas Masyumi (6 kursi).

Dukungan kepada PNI mencapai puncak pada 1956, saat menjuarai kursi DPRD Bali dengan perolehan 16 kursi, diikuti Partai Sosialis Indonesia sembilan kursi.

Sejak saat itu, Bali menjadi basis pendukung partai yang berideologi Sukarno—kini menjelma menjadi PDIP.

Apakah pandangan terhadap PDIP telah mengalami perubahan?

Kami menguji pendapat pengamat politik dari Universitas Udayana, Efatha Borromeu Duarte, dengan bertanya pada dua warga Bali yang belum menentukan pilihan.

Pilpres 2024 lalu menjadi titik balik pilihan politik Gede Maha Suwitra, 38 tahun.

Setelah sebelumnya selalu memilih calon pemimpin yang diusung PDIP, Suwitra menjatuhkan pilihan pada paslon Prabowo-Gibran.

“Sebelum-sebelumnya memang saya memilih dari calon-calon PDIP. Tetapi kali ini, pada pilpres terakhir, saya memilih Prabowo,” kata pria asal Ubud, Gianyar, yang bekerja di industri perhotelan itu.

Sumber gambar, Christine Novita Nababan

Perubahan haluan politik ini terjadi karena Suwitra memilih pemimpin berdasarkan figur dan rasionalitas, bukan partai.

Perubahan itu pun mungkin terjadi pada Pilgub Bali.

”Saya lebih ke figur, bukan partai banget. Sedangkan di Bali as we know well berbasis partai merah. Tetapi saya swing voter, jadi mau lihat dulu,” katanya.

Suwitra beralasan masih banyak masalah di Bali yang belum diselesaikan pada masa pemerintahan Koster sebelumnya. Mulai dari sampah, overtourism, hingga kesulitan air bersih.

Sumber gambar, Christine Novita Nababan

Pilihan rasional dan figur juga menjadi pertimbangan utama Arya Pradnya Purwa Wungsu, 33 tahun, seorang pengusaha hotel di Denpasar.

Ia belum menentukan pilihan karena menurutnya, kedua paslon tak kunjung memiliki tujuan yang jelas dan visioner saat memimpin.

“Saya mengenal setelah mereka mencalonkan diri. Saya pikir, sebaiknya masyarakat mengenal jauh sebelum pencalonan ada,” kata Arya.

Pada pilpres lalu, Arya mengaku memilih paslon Ganjar-Mahfud. Bukan atas dasar pertimbangan partai pengusungnya, namun karena rekam jejak mereka.

“Saya juga mengenal apa yang sudah dilakukan oleh Pak Ganjar di Jawa Tengah. Jelaslah buat saya dibandingkan calon yang lain.”

Di tengah pergeseran pemilih dari tradisional ke rasional di Bali, pengamat politik Efatha mengatakan jika PDIP kalah di pilgub maka benteng banteng "yang retak [oleh pilpres] kini telah roboh."

"Dan ini tidak hanya sekedar bermakna kehilangan kekuasaan, tetapi juga menandai terjadinya perubahan signifikan dalam peta politik di Pulau Dewata."

Pilgub Jateng: Siasat banteng di pilkada rasa pilpres

PDIP mengubah taktik untuk memenangkan putaran pilkada di kandangnya sendiri, termasuk Jateng setelah menelan kekalahan pada Pilpres 2024.

Dalam beberapa pemilu, Jawa Tengah telah menjadi kantong suara terbesar bagi PDIP—lebih dari 20% suara nasional.

Kendati nampak perkasa menjadi partai pemenang Pemilu 2024 dan mendominasi kursi parlemen, sesungguhnya PDIP mengalami penurunan perolehan suara.

Di tengah kondisi yang ‘tidak baik-baik saja’, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri turun gunung melakukan konsolidasi pilkada di provinsi berpenduduk 37,6 juta jiwa.

Di sisi lain, Jokowi yang purna tugas, kembali ke Solo dan melakukan aksi simbolik bertemu dengan cagub-cawagub pilihan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Analis politik melihat pertarungan antara Jokowi dan PDIP dalam pilpres lalu masih kental terasa di Pilgub Jateng. Hal itu nampak dari adu pengaruh antara Megawati dan Jokowi yang dipertontonkan dengan gamblang.

Sejumlah survei pun menunjukkan bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang disokong PDIP dan KIM Plus bersaing ketat.

Apakah hasil Pilkada Jateng akan sama dengan Pilpres 2024? Faktor apa saja yang bakal mempengaruhinya?

Untuk memutar video ini, aktifkan JavaScript atau coba di mesin pencari lain

Sebelum mengulas pertarungan Pilgub Jateng lebih jauh, kami memberi konteks yang melatarbelakangi mengapa Pilkada Jateng disebut sejumlah kalangan sebagai pemilu rasa Pilpres.

Hal ini dimulai dari momentum Pilpres 2024—saat hubungan partai berhaluan kiri-tengah ini diduga mengalami keretakan dengan Jokowi.

Betapapun, politik itu dinamis. Kebersamaan keduanya terakhir terlihat di muka publik saat Rakernas PDIP ke-IV di Jakarta, pada September 2023 silam.

Akar persoalan dari drama hubungan Jokowi dan PDIP disebut salah satunya karena mantan pengusaha mebel itu minta jabatan presiden tiga periode. Namun, permintaannya tidak diakomodir PDIP—hal yang dibantah oleh para pendukung Jokowi.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Sumber gambar, ATARAFOTO

Pentolan parpol yang dikumpulkan Jokowi ini berujung pada kongsi membentuk Koalisi Indonesia Maju (KIM)—kendaraan Prabowo Subianto dan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menuju kursi orang nomor satu dan dua di Indonesia.

Jokowi tidak pernah benar-benar mengakui secara gamblang dirinya berada di balik itu semua. Tapi, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, mengatakan kehadiran Jokowi di dalamnya memiliki peran penting.

PDIP yang mengusung Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024 dikalahkan pasangan Prabowo-Gibran, membuat perolehan suara partai banteng melorot.

Sebagai gambaran, pada Pemilu 2019, PDIP memperoleh 42 kursi DPRD Jateng, kemudian terjun menjadi 33 kursi pada Pemilu 2024.

Begitu pula suara nasional dari Jawa Tengah yang merosot setengah juta suara, dari 5,77 juta suara menjadi 5,27 juta suara.

Dalam pileg DPR RI, perolehan kursi PDIP juga gompal. Dari 128 kursi pada Pemilu 2019 menjadi 110 di Pemilu 2024. Kursi PDIP di DPR yang disumbang dari daerah pemilihan (dapil) Jateng juga berkurang dari 26 kursi menjadi 19 kursi pada Pemilu 2024.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Formasi KIM tetap dipertahankan sampai lingkup pilkada. Tak ubahnya dengan pilpres, KIM mengeroyok PDIP dalam sebagian pilkada serentak. Sejumlah kalangan masih melihat ini sebagai pertarungan proksi antara Megawati dan Jokowi.

Kongsi KIM juga berubah menjadi KIM Plus dengan penambahan parpol pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024, yaitu PKB, Nasdem, PKS—yang sebagian telah merapat pada pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Pasangan calon itu berasal dari kedua kubu. Ya, rasa pilpres. Jadi KIM Plus itu kan kita tahu bahwa [isinya] semua partai, kecuali PDIP,” kata Analis Politik dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Kembali ke Pilgub Jawa Tengah.

Megawati Soekarnoputri ‘turun gunung’, memimpin rapat konsolidasi pemenangan pilkada di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jateng, Jumat (25/10).

Dalam rapat tertutup, presiden Indonesia ke-5 tersebut menyerukan kadernya bekerja keras memenangkan calon kepala dan wakil kepala daerah.

Setelah pulang petang, Megawati hanya melambaikan tangan ke arah wartawan. Pertanyaan muncul: Kenapa Megawati sampai turun gunung ke Jateng?

“Karena Jateng merupakan salah satu provinsi terbesar yang ada di Indonesia, ya kita mengkonsolidasikan,” kata Puan Maharani, ketua DPP PDIP sekaligus putri Megawati yang berada di lokasi.

Ia tak merinci alasan ibunya ‘turun gunung’ ke Jateng.

Saat ditanya apakah aksi Megawati di Jateng untuk menekan pengaruh Jokowi yang sudah mudik di Solo dan berpeluang menjadi pendukung cagub dari KIM Plus?

“Ya enggak, enggak ada hubungannya,” kata Puan.

Dan, Ganjar Pranowo yang saat itu ikutan rapat konsolidasi merespons kemungkinan Jokowi akan cawe-cawe dalam Pilkada Jateng: “Semua orang punya hak, boleh saja. Pasti ada pengaruhnya”.

Latar belakang kehadiran Megawati ke Jateng lebih lugas dijelaskan Bambang Wuryanto, Ketua DPD PDIP Jateng: Ini semua tidak lepas dari kekalahan PDIP dalam Pilpres 2024 yang juga berdampak terhadap suara partai.

Setelah tempur Pilpres 2024, suara PDIP turun. Energi, biaya, waktu para kader dan pengurus terkuras habis.

“Kanca-kanca (teman-teman) masih pada sedih,” kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu.

Penyebab kekalahan PDIP pada putaran Pilpres 2024, ia sebut karena “terlalu percaya diri”.

Saat itu, PDIP menggunakan strategi catenaccio (strategi dalam sepak bola: bertahan yang terorganisir dan efektif).

“Kami yakin itu cespleng [mujarab]. Faktanya geletak,” katanya.

“Itu yang saya sebut tidak dalam keadaan baik-baik saja. Untuk recovery-nya belum penuh lah, maka Ibu [Megawati] turun,” kata Bambang Pacul.

“Jadi perlu juga penguatan kebatinan… Prinsipnya Ibu menguatkan kami.”

Dua hari berselang sejak rapat Megawati di kantor DPD Jateng, Ahmad Luthfi membagikan momen pertemuan dengan Jokowi di salah satu kedai kopi di Solo, Minggu (27/10).

Luthfi adalah calon gubernur Jateng yang disokong KIM Plus. Luthfi juga terlihat bersama wakilnya dalam Pilgub Jateng, Taj Yasin Maimoen alias Gus Yasin.

“Pak Jokowi punya perhatian besar terhadap kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah,” kata Luthfi.

Sumber gambar, Instagram/@ahmadluthfi_official

Sepekan kemudian, Luthfi kembali membagikan foto bersama dengan Prabowo Subianto dan Jokowi.

“Integrasi dan keselarasan visi dengan pemerintah pusat menjadi kunci utama,” kata Luthfi.

Dalam perekembangan terbaru, Luthfi-Yasin membagikan video presiden teranyar, Prabowo Subianto yang secara terang-terangan berkampanye mengajak warga memilih mereka.

Dukungan Prabowo ini menuai polemik seiring netralitas kepala negara yang dipertanyakan dalam pilkada. Namun, pihak Istana berdalih dukungan Prabowo ini dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, seperti dikutip Kompas.

Tidak ada pernyataan resmi dukungan dari Jokowi. Tapi relawan mantan gubernur DKI Jakarta ini menangkap momen ini sebagai dukungan yang “sangat jelas”.

“Itu fakta ya, enggak usah kita narasikan, dengan foto itu pesannya kan kuat sekali… Sangat jelas [mendukung Luthfi],” kata Muhammad Isnaini, Ketua Umum Alap-Alap Jokowi.

Antonius Yogo Prabowo dari Dewan Pengarah Tim Pemenangan Luthfi-Yasin juga menegaskan hal ini.

“Endorsement dari Pak Jokowi yang demikian terlihat kemarin itu juga saya pikir semakin mengunci kemenangan di Jawa Tengah,” kata politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini.

Sumber gambar, Instagram/@ahmadluthfi_official

Bagi Jokowi, Luthfi bukanlah orang baru. Purnawirawan Polri ini pernah menjabat sebagai wakil kapolres Solo (2011), dan kapolres Solo (2015).

Kala itu, keduanya beririsan mengurus kota Solo. Karier Luthfi makin moncer seiring Jokowi duduk di kursi presiden.

Pria kelahiran 1966 ini kemudian menjadi wakapolda Jateng (2018), dan kapolda Jateng (2020-2024). Jabatan terakhirnya adalah inspektur jenderal Kementerian Perdagangan.

Dari kubu PDIP, paslon Andika Perkasa-Hendrar Prihadi merespons kemungkinan Jokowi ikut serta menjadi juru kampanye (jurkam) Luthfi-Taj Yasin.

“Jadi kalau itu, menurut saya ya sah-sah saja siapa pun itu ya, mereka punya hak politik,” kata Hendi—sapaan Hendrar Prihadi, tanpa berkomentar lebih jauh.

Di sisi lain, seorang simpatisan PDIP yakin peran Jokowi dalam Pilgub Jateng sudah tidak terlalu berpengaruh.

“Karena tidak punya jabatan,” kata Muchus Budi, loyalis PDIP.

Meskipun masing-masing tim pemenangan punya keyakinan berbeda tentang pengaruh Jokowi di Pilgub Jateng, sebuah survei menjelaskan lebih jauh.

Sigi yang dilakukan 15-20 Oktober silam ini menunjukkan sebanyak 43,9% responden akan mempertimbangkan memilih gubernur Jateng yang didukung Jokowi. Sementara itu, hanya 26,5% responden mempertimbangkan memilih gubernur yang disokong Megawati.

Survei juga mengungkap elektabilitas kedua pasangan bersaing ketat. Andika-Hendi menang tipis dari Luthfi-Yasin, masing-masing 28,8% dan 28,1%. Menariknya, sebanyak 43,1% responden mengungkap belum menentukan pilihan.

Survei Litbang Kompas ini melibatkan 1.000 responden di Jateng dengan margin of error 3,1%.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Jokowi merespons hasil sigi Litbang Kompas. Saat ditanya tentang pengaruh dukungannya pada masing-masing paslon, presiden Indonesia ke-7 ini menjawab ambigu: “Saya terbuka untuk semuanya".

Dalam survei lainnya, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertanya pada 1.210 warga Jateng: “Jika pemilihan gubernur Jateng dilakukan sekarang, siapa yang akan dipilih?”

Sebanyak 48,1% memilih Andika-Hendi, dan 47,5% memilih Luthfi-Yasin.

Namun, survei ini punya margin of error 2,9%. Dengan kata lain, hasil survei bisa berubah atau mengukuhkan yang sudah ada.

Media lokal menggambarkan pertarungan Andika dengan Luthfi sebagai “perang bintang” di Jateng. Kedua tim pemenangan membuat strategi saling menyerang.

Luthfi-Yasin melibatkan delapan pensiunan jenderal dari TNI-Polri, di antaranya mantan KSAD Dudung Abdurachman, mantan Kapolri Sutarman, dan mantan Wakapolri Ari Dono Sukmanto, termasuk Ketua Tim Pemenangannya: Anto Mukti Putranto, pensiunan jenderal TNI.

Analis politik melihat strategi ini diambil untuk mengimbangi Andika yang merupakan mantan Panglima TNI.

Selain meyakinkan pemilih dengan program, visi dan misi, M. Iqbal Wibisono, anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Luthfi-Yasin, mengatakan timnya juga fokus menjaga suara di TPS.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

“Strategi yang harus dikembangkan bagaimana menyerang, melakukan pendekatan pada masyarakat di daerah-daerah di mana TPS itu berada. Oleh karena itu, kekuatan harus diarahkan ke sana semua,” kata Iqbal.

Adapun pasangan Andika-Hendi yang diwakili Ketua DPD PDIP Jateng, Bambang Pacul, mengungkapkan tidak akan menggunakan strategi catenaccio sebagaimana Pemilu 2024.

“Kau patahkan strategi lawanmu atau kau ungguli strateginya. Hanya dua itu. Dan itu berarti pertempurannya atau pertarungannya itu akan meluas menyangkut banyak elemen,” kata Bambang Pacul, tanpa merinci lebih jauh.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Di lapangan, Pilgub Jateng juga diwarnai dugaan mobilisasi 90 kepala desa yang berkumpul di Hotel Gumaya, Kota Semarang, Rabu (20/10). Pertemuan ini diduga untuk memenangkan salah satu paslon.

Pertemuan bubar setelah didatangi Bawaslu setempat. Menurut pengakuan Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman, puluhan kepala desa itu kompak menjawab pertemuan sebagai “silaturahmi”.

Bawaslu juga tidak mengungkap otak di belakang mobilisasi perangkat desa tersebut.

Pertemuan 200 kepala desa dari Kabupaten Kendal juga pernah terjadi pada 17 Oktober di Semarang Barat.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Di media sosial terjadi perang narasi “Rambo vs Sambo” yang merujuk pada pertarungan Andika dan Luthfi.

Julukan Rambo untuk Andika merujuk pada karakter fiksi Rambo yang memiliki badan kekar dan berotot—layaknya Andika.

Sementara sebutan Sambo untuk Luthfi, merujuk pada Ferdy Sambo, mantan perwira tinggi Polri yang dikenal terutama karena keterlibatannya dalam pembunuhan ajudannya. Sama seperti Sambo, Luthfi memiliki latar belakang polisi.

Menanggapi narasi itu, Anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Luthfi-Yasin, M. Iqbal Wibisono, menolak penyepadanan tersebut.

“Jadi lebih fokus pada program. Masak kemudian Rambo, kemudian Sambo. Nanti lama-lama ada Mike Tyson sama Muhammad Ali,” katanya.

Bagaimanapun, “Pilgub Jawa Tengah masih menggambarkan bagaimana pertarungan yang belum selesai antara Jokowi versus Megawati,” kata Analis Politik dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini.

Menurutnya, beberapa faktor yang akan berpengaruh terhadap pilkada secara umum, khususnya di Pilgub Jateng, adalah rekam jejak para calon, jaringan pada pemerintahan pusat, jumlah gabungan partai politik, figur pendukung, dan siasat memanfaatkan peluang.

“Pemborongan partai politik yang mengerucut pada satu dukungan itu akan memperbesar peluang untuk calon atau paslon [dalam] memenangkan pilkada,” tambah Nur Hidayat.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Sejauh ini, Nur Hidayat menilai PDIP masih harus mengejar ketertinggalan dari KIM Plus dalam memenangkan Pilgub Jateng.

Alasannya, Luthfi yang disokong KIM Plus sudah memulainya lebih dini saat menjabat Kapolda Jateng.

Selain itu, Nur Hidayat menilai PDIP tidak memanfaatkan diri sebagai juara pemilu legislatif. Sikap partai banteng juga kurang tegas, berada dalam pemerintahan atau oposisi.

“PDIP di Jawa Tengah ini sebagai simbol kandang banteng itu juga tidak dimanfaatkan dengan misalnya mengambil inisiasi-inisiasi tertentu supaya dia memenangkan wacana.”

“Ketika wacana saja tidak bisa dimenangkan, maka kemudian juga sulit bagi mereka untuk memenangkan dengan konotasi bahwa mereka sebagai simbol dari oposisi apalagi representasi oposisi,” tambah Nur Hidayat.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Namun, ia mengatakan tetap ada peluang bagi PDIP mengejar ketertinggalan.

Hal yang perlu menjadi sorotan—dan cara ini sangat efektif mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihan—adalah guyuran bantuan sosial, kata Sri Hastjarjo, pengamat politik dari Universitas Negeri Semarang.

“Bansos itu riil memengaruhi level akar rumput. Perbincangan di kampung itu, ‘ah wegah [tidak mau], di sana enggak ada apa-apanya’. Itu riil suara masyarakat sampai di situ,” katanya.

Sebagaimana Pilpres 2024, ketika masih menjabat sebagai presiden, Jokowi mengalokasikan anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun dengan dalih salah satunya sebagai “bantuan El Nino”.

Jumlah itu jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 sebesar Rp433 triliun, termasuk pada masa pagebluk Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, mengambil sudut pandang berbeda dalam pilkada kali ini. Menurutnya, pertarungan dalam pilkada nanti tidak akan sekeras pilpres.

“Kita melihat, pertama visi-visi kan enggak terlalu populer di pilkada kali ini. Artinya beberapa [paslon] lebih berupaya membangun asosiasi dengan [kekuasaan] pusat,” katanya.

Menurutnya, dukungan Prabowo pada calon kepala daerah patut diperhitungkan.

Ia juga melihat motif politik PDIP menggantungkan status tidak menjadi bagian dari kekuasaan atau oposisi karena sedang mencari keuntungan elektoral dalam pilkada.

“Karena mereka diserbu oleh partai-partai KIM, tentu mereka menganggap bahwa dengan mereka merasa oposisi, jadi mereka akan menguntungkan secara elektoral,” katanya.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Setelah pilkada usai, Arifki memprediksi PDIP akan merapat pada kekuasaan.

Saat dikonfirmasi apakah PDIP akan meneguhkan sebagai partai oposisi, Puan Maharani menjawab singkat: “Kita bangun Indonesia bersama”.

Di sisi lain, Arifki juga melihat kongsi KIM Plus dalam pemenangan pilkada tidak terlalu dominan.

“Ini lebih pada kekuatan politik yang memang lebih tidak terlalu [maksimal], bahwa KIM Plus maupun dukungan-dukungan partai politik lainnya, ini enggak terlalu maksimal,” kata Arifki.

Pemenangan pilkada, termasuk Pilgub Jateng lebih dipengaruhi oleh mesin partai, termasuk sponsor dari pengusaha-pengusaha lokal, menurut Arifki.

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Bagaimanapun, sosok kepala daerah tetap penting di mata Dila, warga Kota Semarang.

Perempuan 24 tahun ini masih belum menentukan pilihan dan mempertimbangkan sejumlah faktor untuk memilih calon pemimpin Jateng di masa mendatang.

Di antaranya, inovasi pembangunan yang ditawarkan, serta penanganan masalah sosial seperti judi online, pungutan liar, dan korupsi.

“Intinya saya lebih ingin melihat bagaimana mereka mendekatkan diri kepada permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi di Jateng, terutama lingkup sosial,” kata Dila.

Teguh, warga Kota Solo, juga masih bimbang menentukan pilihan. Namun begitu, dia punya kriteria dalam memilih calon pemimpinnya

“Faktor kepemimpinan itu perlu, jadi orang namanya kepimpinan, kebijakan, kearifan itu dari pribadi masing-masing pemimpin,” katanya.

Pilkada rasa pilpres – Pertarungan ‘mati-matian’ PDIP melawan pengaruh Jokowi di kandang banteng

Sumber gambar, Getty Images

PDI Perjuangan (PDIP) disebut “akan mati-matian” mempertahankan sejumlah wilayah yang menjadi 'kandang banteng' dalam putaran Pilkada 2024, khususnya di Jawa Tengah (Jateng), Sumatra Utara (Sumut), dan Bali, menurut analis politik.

Atur siasat dilakukan setelah lumbung suara mereka di 'kandang banteng' “diobok-obok” dalam Pilpres 2024, saat Prabowo-Gibran yang didukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) menancapkan bendera kemenangan. Istilah ‘kandang banteng’ merujuk pada pusat kekuatan pendukung PDIP, seperti di Jawa Tengah, Bali, dan Sumatra Utara.

Kekalahan PDIP pada Pilpres 2024 dan perolehan suara yang menyusut kemudian dikaitkan dengan perselisihan partai banteng dengan presiden Indonesia ketujuh, Joko Widodo (Jokowi).

Aroma cawe-cawe Jokowi juga santer tercium di Pilgub Sumut yang melibatkan menantunya, Bobby Nasution, dan aksi simbolik dukungannya pada rekan lama, Ahmad Luthfi yang menjadi cagub Jateng. Bali juga tak luput "akan dihabisi."

Bagaimana pertempuran panas antara PDIP dan pengaruh Jokowi di palagan kandang banteng dalam Pilkada 2024, yang disebut sebagai 'miniatur pilpres' itu?

Sejarah PNI di balik istilah ‘kandang banteng’

Peneliti senior dari BRIN, Prof Lili Romli, mengatakan istilah ‘kandang banteng’ merujuk pada pusat kekuatan pendukung PDIP, seperti di Jawa Tengah, Bali, Sumatra Utara, dan beberapa wilayah lainnya.

Romli mengatakan, dominasi PDIP di kandang banteng itu secara historis tak lepas dari kedekatan personal Sukarno dengan masyarakat di sana.

Contoh, kedekatan antara Sukarno dan Bali salah satunya dipengaruhi oleh Ida Ayu Nyoman Rai, ibu Sukarno yang merupakan bangsawan dari Pulau Dewata.

Sementara di Sumut, tepatnya Berastagi dan Parapat, pernah menjadi tempat pengasingan Bung Karno pada awal kemerdekaan.

Sumber gambar, Getty Images

Faktor penting lain adalah peran Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Sukarno pada 1927.

“PDIP dianggap sebagai kelanjutan dari PNI. Wilayah-wilayah yang dulu menjadi basis kekuatan PNI kini menjadi kandang banteng bagi PDIP,“ kata Romli.

PNI, partai politik pertama yang beranggotakan etnis Indonesia ini, menjadi alat bagi Sukarno dan kawan-kawannya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

M.C. Ricklefs dalam bukunya berjudul Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, menyebut PNI yang berideologi nasionalisme ‘sekuler‘ memiliki daya tarik yang sangat besar bagi masyarakat ‘Islam Abangan’ di daerah pedesaan Jawa, seperti Jawa Tengah.

Itu karena PNI dianggap sebagai partai Sukarno, sekaligus pengimbang atas kekuatan politik Islam saat itu.

Sumber gambar, Getty Images

“Demikian pula, PNI mendapat banyak dukungan di daerah-daerah Kristen di luar Jawa dan di Bali yang menganut agama Hindu, yang juga terdapat sentimen-sentimen anti-Islam,” tulis Ricklefs.

PNI memenangkan Pemilu 1955 dengan perolehan 8,4 juta suara (22,3%), di atas Masyumi, NU, PKI, dan partai lainnya. Saat itu, Masyumi adalah partai terkuat di luar Jawa, sementara di Bali dan daerah-daerah Kristen dikuasai PNI.

Sedangkan, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, posisi PNI unggul 32%, dibanding NU 30% dan PKI 27%, sedangkan Masyumi hanya 12%.

PNI mengalami masa senja di bawah rezim Orde Baru.

Pada Pemilu 1971, PNI hanya memperoleh 6,9% suara nasional, dengan hasil terbaiknya sebesar 19,5% di Jawa Tengah. Sementara Golkar mendominasi dengan 62,8% suara.

Pada 1973 dalam rangka membatasi jumlah parpol, Presiden Soeharto melebur PNI dengan partai-partai non-Islam (seperti Murba, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, dan IPKI) menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Sumber gambar, Getty Images

Sejak itu, PDI hanya menjadi pelengkap dalam dominasi politik ‘otoriter’ Soeharto.

Pascakejatuhan Soeharto dan konflik internal yang berkepanjangan menggelayut di tubuh PDI, Megawati Sukarnoputri lalu mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan (PDIP).

Ciri khas PDIP adalah lambang banteng bermata merah dan bermoncong putih.

PDIP yang lekat dengan corak nasionalis Sukarno menjadi peserta pemilu 1999 dan keluar sebagai pemenang. PDIP memperoleh 35,6 juta suara, atau 33,74% dari 48 partai yang berpartisipasi.

Namun dalam dua pemilu berikutnya, PDIP kalah dari Golkar dan Demokrat.

Setelah itu, PDIP mencetak ‘hattrick’ kemenangan pada pemilu legislatif 2014, 2019 dan 2024.

Pilgub Sumut: ‘Menantu Jokowi vs perlawanan atas pengkhianat’

Sumber gambar, Nanda Fahriza Batubara

Pertarungan Pilkada di Sumatra Utara (Sumut) terasa jauh lebih hangat.

Kompetisi memperebutkan kursi nomor satu Sumut ini diwarnai dengan tudingan “penggunaan kekuasaan” hingga klaim “perlawanan atas pengkhianat”.

Pilgub Sumut menyajikan duel yang sengit. Di sudut biru, menantu Jokowi, Bobby Nasution menggaet mantan bupati Asahan, Surya, sebagai pendampingnya.

Sementara di sudut merah, petahana Edy Rahmayadi bersanding dengan Hasan Basri Sagala.

Riuh suara pendukung Bobby dan Edy menggema di luar gedung sesaat sebelum debat perdana kedua paslon, di Hotel Grand Mercure Medan, Rabu (30/10).

"Yo ayo, ayo Bobby-Surya, kuingin, kalian harus menang,” teriak barisan pendukung Bobby.

Tak mau kalah, pendukung Edy menimpali, "Edy… Edy... Edy". Saling sahut yel-yel ini sempat berujung adu mulut antara mereka.

Sumber gambar, Nanda Fahriza Batubara

Di antara kerumunan itu adalah Indah Tobing, yang mengaku sebagai mantan relawan Bobby dalam Pilkada Medan pada 2020.

Kini, dia beralih mendukung Edy.

Baginya Pilgub Sumut 2024 bukan semata mencari pemimpin, melainkan perlawanan atas pengkhianatan.

“Saya selesai sama dia [Bobby], bukan hanya pengkhianat bagi partai, tapi dia juga mengkhianati janji-janji kampanyenya,” kata Indah.

Sumber gambar, Nanda Fahriza Batubara

Di tempat yang sama Lily Sitorus mantap mendukung Bobby.

Dia merasa terbantu dengan program Universal Health Coverage (UHC) yang diterapkan Bobby selama menjabat wali kota Medan.

Berkat program itu, dia mengaku memperoleh pengobatan gratis hanya dengan menunjukkan KTP.

“Jadi menurut saya, kenapa cuma Medan? Kalau bisa Sumut juga dibenahi,” ujar Lily.

Sepanjang kampanye, saling sindir juga disajikan oleh menantu Jokowi versus mantan Pangkostrad itu.

Bobby menyalahkan Edy yang tidak mendukung pembersihan sungai dan penanganan banjir di Kota Medan.

Bobby juga menyinggung kondisi jalan di Sumut yang rusak parah dibanding Aceh dan Sumatra Barat. Padahal, Pemprov Sumut memiliki anggaran jalan sebesar Rp2,7 triliun.

Baca juga isu lain di Sumut:

Tak tinggal diam, Edy merespons bahwa jalan yang disinggung merupakan jalan nasional.

“Itu jalan-jalannya Jokowi yang belum terselesaikan, Mulyono,“ kata Edy.

Mulyono adalah panggilan yang dikaitkan dengan nama kecil Jokowi.

Edy kembali menyebut nama itu: "Ada yang bilang begitu besarnya kekuatan mereka, tak ada urusan, PDI Perjuangan lebih besar dari Mulyono, pastikan ini.”

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Yudi Manar

Pada kesempatan yang sama, Edy menggambarkan Bobby seperti harimau.

“PDI Perjuangan ini memelihara harimau, yang pada akhirnya diterkam harimau sendiri," ujarnya.

Terlepas dari silang sindir itu, elektabilitas Bobby mengungguli Edy di berbagai survei.

Survei Katadata Insight Center pada September 2024 menunjukkan elektabilitas Bobby-Surya sebesar 35,6%, sementara Edy-Hasan mendapatkan 19,5%.

Sebanyak 44,9% responden belum menentukan pilihan, menurut survei tersebut.

Nama Bobby juga unggul dalam survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Juli 2024. Hasil survei LSI mengungkap tingkat elektoral Bobby mencapai 34,2%, unggul dari Eddy 15,1%.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Yudi Manar

Aswan Jaya selaku juru bicara Pasangan Edy-Hasan, mengatakan Pilgub Sumut memiliki arti penting bagi PDIP.

“Ini bentuk perlawanan PDIP terhadap pengkhianatan-pengkhianatan yang dilakukan orang yang sudah diberikan banyak oleh PDIP,” ujar Aswan.

Pengkhianatan menurut PDIP ini merujuk pada sikap Bobby yang mendukung Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 lalu. Padahal, PDIP mengusung pasangan Ganjar-Mahfud.

Bobby pun dipecat oleh PDIP. Dia lalu berlabuh ke Partai Gerindra dan kini diusung menjadi cagub Sumut.

Aswan mengeklaim mencium adanya ‘tangan-tangan’ kekuasaan milik Jokowi untuk memenangkan Bobby.

“Dan ini sudah kami ketahui,” katanya, sambil menyinggung ketidaknetralan sejumlah penyelenggara negara, baik penjabat kepala daerah maupun aparat keamanan.

Sumber gambar, Detikcom

Senada, Ketua DPP PDIP Yasonna Laoly juga menyebut adanya ‘kekuatan besar’ yang bermain di Pilgub Sumut untuk memenangkan Bobby.

"Karena sampai sekarang, kita mendapat informasi bahwa jaringan-jaringan yang digunakannya masih terus nampak secara jelas untuk memenangkan sang menantu," kata Yasonna, tanpa memberikan bukti-bukti.

Dugaan pelanggaran ini dilaporkan Ketua Tim hukum Edy-Hasan, Yance Aswin, yang mengeklaim punya bukti berupa rekaman video.

Ketua Bawaslu Sumut, M. Aswin Diapari Lubis mengaku sedang menelusuri laporan ini.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Tudingan cawe-cawe Jokowi di Pilgub Sumut dibantah Hinca IP Panjaitan, Ketua Dewan Kehormatan Demokrat sekaligus Ketua Tim Pemenangan Bobby-Surya.

“Bahwa dia menantu Jokowi adalah kenyataan atau fakta. Tapi saya ingin meyakinkan bahwa kampanye, ketemu rakyat, ke sana-ke mari layaknya pasangan calon itu kami lakukan secara mandiri. Tidak ada campur tangan Istana [Jokowi],” ujar Hinca, pada Minggu (20/10).

Hinca juga menegaskan peralihan tampuk kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo tidak serta-merta memberi angin segar bagi mereka untuk menang dalam Pilgub Sumut.4.

Adapun Jokowi sempat beberapa kali berkomentar terkait keputusan menantunya yang maju di Pilgub Sumut. Pertama, Jokowi mengaku hanya memberikan doa yang terbaik untuk Bobby.

"Sudah dewasa, tanggung jawab dan kemandiriannya ada di dia," katanya, Selasa (21/05).

Jokowi kembali menjawab saat dituding terlibat dalam keputusan mayoritas partai besar yang merapat ke Bobby.

"Tanyakan partai-partai. Partai itu pintar-pintar, biasanya yang dilihat elektabilitas."

Bagi PDIP, Sumut adalah lumbung suara sekaligus kandang banteng. Wilayah ini menyumbang suara terbesar kelima setelah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah di Pileg 2019.

Namun, serupa dengan di Jateng, suara PDIP di Sumut juga mengalami penurunan.

Misalnya, pada Pileg 2024, PDIP meraih 1,3 juta suara, turun dari perolehan suara dalam pemilu sebelumnya yang sebesar 1,4 juta suara.

Di tingkat nasional, PDIP meraih enam kursi DPR RI pada Pileg 2024 dari tiga dapil di Sumut.

PDIP kehilangan satu tempat jika dibandingkan Pileg 2019. Saat itu, PDIP menang di semua dapil dan mengamankan tujuh kursi ke Senayan.

Sumber gambar, Antara Foto

Apalagi soal Pilpres 2024. Suara paslon Ganjar-Mahfud yang didukung PDIP tak sampai satu juta di Sumut.

Mereka tersungkur, sementara paslon Anies-Cak Imin meraih 2,3 juta dan Prabowo-Gibran 4,6 juta.

Dari 33 kabupaten dan kota di Sumut, Prabowo menang di 30 wilayah, sedangkan Anies juara di tiga daerah, yaitu Mandailing Natal, Tanjung Balai, dan Padangsidimpuan.

Suara Ganjar-Mahfud terkubur di semua wilayah.

Padahal dalam dua pilpres sebelumnya, PDIP bak raja saat mencalonkan Jokowi sebagai presiden.

Hinca mengakui ketangguhan PDIP dalam ajang kontestasi politik di Sumut, khususnya beberapa daerah di kawasan Danau Toba.

Walau begitu, ia yakin Pilgub Sumut 2024 akan menampilkan hasil yang berbeda.

“Di tempat teman-teman PDIP punya kekuatan besar, rata-rata paslon yang terafiliasi ke PDIP tidak serta-merta ke PDIP-nya. Maksud saya, ada bara api, ada pemisah antara pemilu legislatif dan pemilu eksekutif,” ujar Hinca.

Klaim Hinca ini bisa diverifikasi karena sejumlah pengurus PDIP kedapatan membelot dan beralih mendukung pasangan Bobby-Surya.

Sumber gambar, Getty Images

Beberapa waktu lalu, kader PDIP yang sekarang menjabat Bupati Toba ini terang-terangan ikut mengkampanyekan pasangan Bobby-Surya.

BBC News Indonesia sudah berupaya mewawancarai Poltak, namun hingga artikel ini diterbitkan, yang bersangkutan tidak memberikan respons.

Kader PDIP yang berperangai layaknya kutu loncat—bermain di dua kaki—akan dipecat dari keanggotaan, seperti yang baru-baru ini terjadi pada anggota DPRD Nias Selatan sesaat dia usai dilantik.

"Tadi pagi saya sudah dikirimkan surat dari DPP tentang pemecatan anggota DPRD yang baru terpilih karena dia berdua kaki," kata Ketua DPD PDIP Sumut Rapidin Simbolon di Medan, Sabtu (26/10).

Gambaran Pilpres 2024 hingga aksi pembelotan sejumlah kader PDIP di Sumut menunjukkan faktor penentu kemenangan pilgub disebut tidak lagi didominasi oleh "sentimen agama, etnis, dan penganut Sukarnois yang sudah mentradisi."

“Namun ada faktor penting lain seperti dukungan partai yang dominan, elit pejabat kepala daerah, dan pendanaan yang kuat," kata Dadang Darmawan, pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU).

“Ini sangat menentukan arah pemilih Sumut yang cenderung pragmatis [politik uang] dan tidak kritis,” tutupnya.

‘Tangan-tangan kekuasaan’

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, melihat pertarungan Pilkada 2024 di kandang banteng layaknya miniatur pilpres karena “banyak yang meyakini dan melihat ada tangan-tangan kekuasaan yang bermain.“

Karyono menggambarkan “tangan-tangan kekuasaan” ini menjadi faktor penentu pemenangan calon tertentu dengan melibatkan aparat keamanan, ASN, politisasi kebijakan hingga anggaran.

Hal ini dapat dilihat dari laporan dugaan pelanggaran dalam tahapan pemilu 2024 yang diterima Bawaslu pusat, berupa 1.271 laporan dan 650 temuan.

Tren pelanggaran berkaitan dengan politik uang, kampanye di luar waktunya, dan kode etik. Lainnya adalah netralitas ASN dan kepala daerah.

Sumber gambar, Getty Images

Terlepas dari itu, kelihatannya, PDIP akan mengerahkan sumber dayanya untuk memenangkan pilkada di wilayah-wilayah yang disebut kandang banteng, menurut Karyono.

“Karena ini tidak hanya sekadar kalah-menang dalam pilkada tapi menyangkut marwah, harga diri.”

Senada, peneliti senior dari BRIN, Prof Lili Romli, menilai pertarungan pilkada adalah kelanjutan Pilpres 2024.

Seperti di pilpres, pertarungannya bukan Ganjar-Mahfud melawan Prabowo-Gibran, tapi PDIP melawan Jokowi.

“Karena Jokowi dianggap mengobok-obok kandang banteng tersebut dan terbukti kemudian dia [PDIP] kalah,” katanya.

Sejumlah calon kepala daerah masih merepresentasikan pertarungan Jokowi versus PDIP itu. Cagub Luthfi di Jateng sebagai kawan lama Jokowi, dan Bobby sebagai menantunya.

Sumber gambar, Getty Images

Dari kacamata kubu sebelah, Romli melihat Jokowi sedang berusaha untuk membangun basis massa di kandang banteng.

Dengan pengalaman berjalan bersama PDIP dan Jokowi dalam dua periode pemerintahan, maka publik melihat adanya irisan antara pendukung Jokowi dengan PDIP.

“Nampaknya Pak Jokowi ingin mencoba memisahkan irisan itu. Dalam Pilkada 2024 ini bisa jadi itu semacam alat ukur, sejauh mana pengaruh dia [terhadap] dukungan publik kepada kandidat-kandidat yang diusungnya,” jelas Romli.

Pertarungan pilkada rasa pilpres masih bergulir dan mungkin akan memanas dalam hari-hari ke depan.

Partai banteng bercita-cita tak mengulangi kekalahan pada Pilpres 2024, di sisi lain KIM Plus yang dimotori pengaruh Jokowi juga berjuang membuka basis baru di kandang banteng.

Tapi sekali lagi, semua keputusan itu ada di tangan pemilih yang cerdas dalam menentukan pemimpin masa depan.

Laporan tambahan oleh Fajar Sodiq di Solo, Kamal di Semarang, Nanda Fahriza Batubara di Medan dan Christine Novita Nababan di Bali.

Data visual oleh Aghnia Adzkia dan Arvin Supriyadi dari tim Jurnalisme Visual Asia Timur BBC.

Artikel ini merupakan bagian pertama dari enam seri liputan BBC News Indonesia tentang Pilkada 2024. Seri kedua dari liputan ini akan terbit pada 13 November, mengetengahkan taktik kampanye dalam Pilpres 2024 yang direplikasi dalam Pilkada 2024.

Klik di sini untuk membaca lebih banyak artikel dari BBC News Indonesia.

Anda juga dapat mengikuti kami di YouTube, Instagram, TikTok, X, Facebook, dan channel WhatsApp kami.

Presiden ke-7 RI Joko Widodo tiba di kediaman Sumber, Solo, Jawa Tengah, Minggu (20/10) malam. Kedatangan Jokowi disambut ribuan warga dari berbagai daerah.

Pantauan CNNIndonesia.com, Jokowi bersama istrinya, Iriana menggunakan kendaraan taktis buatan PT Pindad, Maung berwarna hitam. Iring-iringan kendaraan Jokowi memasuki Jalan Kutai pukul 19.20 WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sambil berdiri di mobil terbuka itu, Jokowi menyalami ratusan warga yang berjam-jam menanti kedatangannya di Jalan Kutai Utara. Sementara Iriana duduk di kursi penumpang sambil menebar senyum kepada warga.

"Pak Jokowi, Pak Jokowi," warga antusias meneriakkan nama mantan Wali Kota Solo itu.

Di belakang Jokowi, mobil sejenis membawa sejumlah pejabat. Tampak di antaranya Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana.

Tiba di depan kediamannya, Jokowi disambut keluarganya. Tampak adik-adiknya, Titik Sriyantini dan Idayati didampingi suaminya, Anwar Usman.

Jokowi sekeluarga langsung memasuki kediaman, diikuti Panglima TNI dan Kapolri.

Tampak pula calon gubernur dan wakil gubernur Jateng Ahmad Luthfi - Taj Yasin Maimoen, calon wali kota dan wakil wali kota Solo, Respati Ardi-Astrid Widayani.

Dua pasangan tersebut merupakan kandidat kepala daerah yang diusung koalisi Indonesia Maju (KIM) di Pilkada 2024.

Massa Persaudaran Alumni (PA) 212 Dkk menuntut pemakzulan Presiden Joko Wiodo (Jokowi) saat demo menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta. PDIP menilai tuntutan pemakzulan itu merupakan bentuk rasa kebencian terhadap Jokowi.

"Kemudian kalau itu bicara pemakzulan nanti kita juga ngomong itu oknum, kan gitu, tapi ini adalah rasa kalau boleh dibilang ini rasa tidak suka, kebencian kepada presiden, kebencian kepada orang tertentu. Ini kalau kita mau tertib, mengungkapkan kebencian kepada seseorang atau apapun, itu di muka publik itukan kena pasal 156 dan itu dituntut 4 tahun bisa, cuma masa seperti itu, kan nggak," kata Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDIP, Bambang Wuryanto kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).

Bambang yang akrab disapa Pacul itu mengatakan pihaknya tak ingin melaporkan tuntutan pemakzulan ini kepada pihak berwajib. Sebab untuk pemakzulah terhadap presiden, tak bisa hanya berdasarkan tuntutan massa saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nggak usah, nggak usah, pemakzulan itu apa. Pemakzulan presiden itu nggak dapat, bahkan impeachment nggak dapat. Itu ada prosesnya, makanya itu nomor satu perbaiki proses yang bagus, prosedurnya diperbaiki, gitu loh. Bukan cuma mengungkapkan ketidaksukaan," ujar Bambang.

Bambang kembali mengatakan massa demo yang menuntut pemakzulan Jokowi hanya berdasarkan rasa tak suka. "Rasa tidak suka, minimum, atau benci sama presiden," imbuh Wakil Ketua Komisi I DPR itu.

Sebelumnya, massa PA 212 Dkk menggelar aksi menolak RUU HIP di depan Gedung DPR. Mereka tampak membawa spanduk-spanduk, salah satunya berisi tulisan 'Makzulkan Jokowi'.

Selain membawa sejumlah spanduk bertuliskan pemakzulan Jokowi, massa juga turut membawa poster 'Bubarkan PDIP' serta poster 'Tolak RUU HIP dan Tangkap Inisiatornya'.

Dari mobil komando, orator tampak menyerukan yel-yel. "Lawan lawan lawan PKI, lawan PKI NKRI Harga Mati," ujar salah seorang orator.

Di mobil komando juga tampak spanduk berisi lima tuntutan umat (Lumat). Berikut isi kelima tuntutan tersebut:

1. Makzulkan Jokowi2. Bubarkan PDIP3. Tolak RUU HIP & Tangkap Inisiator4. Tolak RUU Omnibus Law5. Batalkan UU Corona

Tonton video 'Tolak RUU HIP, Massa PA 212 Padati Jalan Depan Gedung DPR':

- Sinyal pencapresan Gubernur DKI dari PDIP semakin kuat, meski belum ada kepastian. Kali ini PDIP menyebut mantan wali kota Solo itu anak ideologis Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI pertama Soekarno.

"Kalau bicara soal Jokowi, dia lahir sebagai anak ideologis Bung Karno dan Ibu Mega. Bisa dilihat dari kekonsistenan dia," kata Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait, kepada detikcom, Selasa (26/11/2013).

Sejauh ini Jokowi dinilai konsisten dalam memegang ideologi PDIP. Bahkan ketika parpol-parpol banyak yang meliriknya untuk dicapreskan, Jokowi masih menegaskan dirinya masih sebagai kader PDIP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kesetiaan Jokowi terhadap PDIP semakin teruji, karena sampai saat ini PDIP belum memastikan pencapresannya. Meskipun hampir semua survei menunjukkan elektabilitasnya di atas angin.

"Di tengah pragmatisme politik sekarang, dia menegaskan bahwa dia masih kader PDIP. Pada saat belum ada kepastian dari PDIP, disaat banyak yang nawarin dia jadi capres dan cawapres. Kita menilai dia sangat loyal," terang Maruarar.

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia pimpinan Burhanudin Muhtadi yang merilis hasil surveinya pada Kamis (21/11), sudah menunjukkan Jokowi sebagai capres paling dikenal dan disukai. Tak hanya itu, Jokowi juga merupakan capres top of mind (paling dikenal). Pencapresan Jokowi juga diprediksi mampu mendongkrak suara PDIP menjadi pemenang Pemilu 2014.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto angkat suara ihwal usulan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai.

Usulan itu disampaikan putra sulung Presiden RI pertama Sukarno, sekaligus kakak Megawati, Guntur Sukarno. Dalam opininya di Harian Kompas, Sabtu (30/9), Guntur menilai Jokowi perlu melanjutkan karir politiknya usai lengser sebagai Presiden.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Langkah Jokowi untuk menjadi Ketua Umum PDIP ini sangat dimungkinkan," tulis Guntur.

Merespons hal itu, Hasto mengatakan partainya tetap menerima usulan Guntur sebagai sebuah masukan. Namun, dia menyebut partainya saat ini masih fokus pada pemenangan Pemilu dan Pilpres 2024.

"Ya, sebagai gagasan, tentu saja kami menerima sebagai masukan," kata dia.

Hasto mengatakan proses pergantian atau suksesi kepemimpinan Ketua Umum PDIP baru akan dibahas setelah pemilu. Sementara forum pergantian ketua umum, akan dilakukan lewat Kongres keenam partai yang akan digelar pada 2025.

Dalam forum itu, kata Hasto, proses transisi pergantian ketua umum akan ditentukan oleh suara kader.

"Nah, di dalam kongres itu, kedaulatan berada di tangan anggota. Itu lembaga pengambil keputusan tertinggi, sehingga itulah yang nanti mekanisme yang berjalan di dalam partai," kata dia.

Sementara dalam opininya, Guntur menyebut Jokowi sebagai anak ideologis Bung Karno. Dia terutama mencermati sejumlah kebijakan hilirisasi Jokowi dalam geopolitik global yang dinilai telah melaksanakan prinsip-prinsip Bung Karno.

Misalnya, kata Guntur, Jokowi berani untuk melakukan hilirisasi bijih nikel. Kebijakan itu menuai kecaman dari sejumlah negara, seperti Amerika, Kanada, hingga Korea Selatan. Dengan usulan agar Jokowi menjadi Ketum, Guntur menilai Mega bisa menjadi Ketua Dewan Pembina.

"Dalam hal ini, jika nanti disetujui Megawati akan menjadi ketua dewan pembina, dapat saja kepada Megawati diberikan lagi hak prerogatif layaknya sebelumnya," tulis Guntur.

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto merespons pertemuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Magelang pada Senin kemarin, 29 Januari 2024. Pada pertemuan itu, Jokowi dan Prabowo yang juga calon presiden itu makan bakso. Menurut Hasto, pertemuan itu justru memunculkan sentimen negatif.

“Termasuk kemarin, ketika makan, karena yang mau dimakan mungkin jagung tapi enggak tumbuh-tumbuh, maka dapatnya makan bakso,” kata Hasto saat ditemui di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 30 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia tak menjelaskan arah sindirannya, namun diketahui jagung adalah tanaman yang ramai dibicarakan saat masyarakat ramai membicarakan soal food estate. Food estate adalah proyek yang ditangani Prabowo yang dianggap gagal ditanami singkong. Belakangan di lahan itu tumbuh jagung yang ditanam di dalam polybag.

Hasto mengatakan pertemuan kepala negara dan Prabowo itu merupakan agenda kenegaraan, tapi publik merespons bahwa hal itu merupakan tindak lanjut dari pernyataan Jokowi akan berpihak dan berkampanye. Menurut Hasto, situasi itu justru memunculkan sentimen negatif.

“Kemudian memunculkan banyak respons dari publik karena dianggap sebagai kelanjutan dari pernyataan dari Bapak Presiden Jokowi ketika menyatakan akan berpihak, dan sebagai presiden itu boleh kampanye. Kemudian memunculkan suatu respons sentimen negatif yang begitu besar,” kata Hasto.

Kedekatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kembali diperlihatkan saat mereka berdua berkunjung ke Akademi Militer di Magelang pada Senin, 29 Januari 2024. Usai kunjungan itu, keduanya tampak makan siang berdua dengan menu yang sama.

Ketika ditanya apa yang mereka obrolkan, presiden tidak mau merinci. “Ngobrolin bakso, ngobrolin kelapa muda, ngobrolin tahu goreng, udah gitu,” kata Jokowi dalam keterangan pers di Magelang yang dibagikan Sekretariat Presiden hari ini. “Menunya sama. Habis.”

Dalam beberapa waktu belakangan ini, Prabowo yang kini menjadi calon presiden Koalisi Indonesia Maju kerap tampak terlihat bersama dengan Jokowi.

Salah satunya adalah saat Jokowi menyaksikan penyerahan secara simbolis Pesawat C-130 J-30 Super Hercules oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024. Jokowi dan Prabowo juga menyerahkan dua jenis pesawat tempur lainnya TNI.

Tiba di lokasi acara sekitar pukul 08.30 WIB, Jokowi bersama Prabowo meninjau Pesawat C-130 J-30, helikopter Fennec, dan helikopter Panther AS 565 MBE. Usai memantau tiga jenis pesawat tersebut, Jokowi memecahkan kendi untuk peresmian. Dalam kesempatan itu, Jokowi dan Prabowo juga tampak berbincang secara tertutup di dalam pesawat.

ADIL AL HASAN | DANIEL A. FAJRI